Paham Nasionalisme
Paham nasionalisme yang berkembang di Eropa pada perkembangannya memberikan pengaruh terhadap tumbuh kembangnya
nasionalisme di kawasan Asia-Afrika, khususnya di Indonesia. Paham nasionalisme di kawasan Asia-Afrika secara
objektif didorong oleh berbagai faktor, di antaranya persamaan keturunan,
bahasa, budaya, kesatuan politik, adat istiadat, tradisi, agama, dan lain-lain.
Konsep nasionalisme semakin berkembang dan menjadi
wacana yang banyak mendapat perhatian, diperdebatkan dan dianut oleh berbagai
negara di dunia setelah berlangsungnya Perang Dunia I. Negara-negara yang
pertama menganut paham nasionalisme adalah Inggris, Prancis, Jerman, dan
Amerika Serikat. Masing-masing negara tersebut menyadari akan pentingnya
semangat kebangsaan dengan didasarkan pada:
a. Keinginan untuk dapat bersatu dengan semangat
kesetiakawanan yang tinggi;
b. Adanya persamaan nasib;
c. Perasaan bersatu antara manusia dengan tempat
tinggalnya. Perkembangan nasionalisme Eropa berlangsung ketika terjadi
pergantian tatanan kehidupan masyarakat, yaitu dari masyarakat feodal menuju
masyarakat industri. Perubahan dan pergantian tersebut diawali dengan terjadinya
Revolusi Industri di Inggris.
Revolusi Industri ini pada akhirnya membawa
masyarakat pada sistem kehidupan kapitalis dan liberalis.
a. Inggris
Semangat kebangsaan kembali dihidupkan oleh bangsa
Inggris dengan diilhami oleh semangat kebangsaan Yahudi (Ibrani) yang
berkembang di Palestina pada abad ke-1 SM. Nasionalisme Inggris yang tinggi
dapat terlihat pada beberapa semboyannya, seperti Right or Wrong is My Country
(Benar atau Salah, Inggris adalah tetap Negeriku), Rules Britania, English
Rules the Waves (Menguasai Inggris, Inggris menguasai lautan), dan The White
Man’s Burden (Tugas Suci Orang Kulit Putih). Melalui semboyan-semboyan
tersebut, Inggris berusaha untuk menjadi bangsa yang kuat dan memiliki imperium
yang luas di dunia. Nasionalisme di Inggris sejalan dengan konsepsi kemerdekaan
perseorangan serta hak-hak asasi yang berkembang dalam kekuasaan demokrasi
parlementer dan tertuang dalam piagam Bill of Right (1689).
b. Prancis
Perkembangan nasionalisme Eropa setelah Inggris
terjadi di Prancis.Nasionalisme di Prancis banyak diilhami oleh Revolusi
Amerika 1776 dan piagam Bill of Right, Inggris. Semangat nasionalisme Prancis
diwujudkan bentuk Revolusi Prancis yang terjadi pada tahun 1789. Semangat
nasionalisme dalam revolusi ini bertujuan untuk menolak absolutisme raja
Prancis yang banyak melakukan tindakan sewenang-wenang dalam menjalankan
kekuasaannya.
c. Jerman
Di Jerman semangat nasionalisme dikobarkan di bawah
kepemimpinan Raja Friederich II, Otto Von Bismarck, dan Hitler. Berbagai
propaganda dikumandangkan untuk mewujudkan semangat nasionalisme di Jerman,
terutama dengan membentuk sikap warga Jerman yang merasa unggul jika
dibandingkan bangsa lain. Hal ini salah satunya tampak pada politikLebensrum
Jerman pada masa Hitler.
d. Amerika Serikat
Amerika sebagai salah satu koloni Inggris
mengobarkan semangat nasionalismenya berdasarkan semangat kemerdekaan,
kebebasan, dan toleransi yang tertuang dalam Declaration of Independence
(Pernyataan Kemerdekaan) tanggal 4 Juli 1776.
Selain negara-negara yang telah disebutkan di atas,
nasionalisme dianut pula oleh Bangsa Slav, Italia, Jepang, dan lain-lain.
Bangsa Slav mengobarkan semangat nasionalismenya melalui gerakan Pan
Slavisme-nya yang bertujuan untuk membangun kejayaan dan kebesaran bangsa Slav.
Begitu pula dengan Italia, mengumandangkan semangat nasionalismenya melalui
semboyan Italia La Prima (Italia sebagai Kerajaan Dunia). Adapun Jepang sebagai
satu-satunya negara di Asia mencoba untuk meniru mereka dengan semboyan Hakko
Iciu. Oleh karena itu, tidaklah mengherankan apabila dalam kurun waktu
tersebut, Kolonialisme melanda di setiap penjuru dunia. Negara-negara Eropa
saling bersaing untuk mewujudkan semboyan dengan mencari dan menanamkan
kekuasaan di tanah jajahan ke kawasan Asia-Afrika, termasuk kepulauan
Indonesia.
Pada awal pertumbuhannya, nasionalisme dalam
kekuasaan feodal diwujudkan dalam bentuk rasa setia kepada raja, bangsawan, dan
golongan gerejawan. Pada perkembangan selanjutnya, legitimasi kekuasaan seorang
raja, bangsawan, dan gerejawan mulai terdesak dengan hadirnya golongan borjuis
yang menguasai perdagangan dan industri. Dalam interaksinya, golongan borjuis
ini menunjukkan sikap yang tidak mau terikat, mereka ingin bebas berusaha,
bersaing, dan mengumpulkan keuntungan sebanyak mungkin. Lebih jauh lagi,
semangat kebebasan persaingan ini kemudian melahirkan semangat liberalisme.
Semangat liberalisme ini memiliki pandangan bahwa
suatu negara akan menjadi kuat bila timbul ambisi untuk mengembangkan
negaranya. Upaya yang dilakukan untuk mencapai semua itu perlu didukung dengan
angkatan perang yang kuat dan setelah merasa kuat, maka mereka berusaha
mengembangkan diri ke wilayah lain dan terjadilah penjajahan. Sikap yang
mengagungkan keunggulan suatu bangsa tertentu secara berlebihan (chauvinisme) dan
sikap congkak yang tinggi tanpa memperhatikan keberadaan bangsa lain, pada
akhirnya menggiring kepada semangat nasionalisme yang berlebihan.
Gejala tersebut dapat terlihat dari semboyan setiap
negara Kolonialis yang dimanfaatkannya sebagai legitimasi dalam melakukan
perluasaan daerah jajahan di berbagai belahan dunia.
Pada dasarnya semangat nasionalisme di satu sisi
mampu mewujudkan kehidupan negara dengan semangat kebangsaan yang tinggi, namun
di sisi lain semangat nasionalisme yang dilandasi sikap berlebihan menjadi
salah satu faktor pendorong lahirnya semangat kolonialisme yang merugikan
bangsa- bangsa di kawasan Asia-Afrika, termasuk di Indonesia. Namun pada
perkembangan berikutnya, kita dapat melihat bahwa melalui nasionalisme ini pula
bangsa-bangsa terjajah seperti Indonesia dapat bangkit, menentang, dan
melepaskan diri dari para penjajah.
0 komentar: